Presiden Jokowi Dukung Pembangunan Pelabuhan Feri Berkelas Internasional di Danau Toba Samosir
DANAU TOBA CENTER - Setelah Bandara Silangit resmi menjadi Bandara Internasional sejak Sabtu (28/10/2017) minggu lalu, Pemkab Samosir pun terus berbenah diri untuk meningkatkan Danau Toba sebagai Wisata Internasional.
Di antaranya memulai pembangunan pelabuhan Feri di Danau Toba, Samosir, Rabu (1/11/2017).
Pembangunan di awali dengan pemancangan tiang pancang pertama di Kecamatan Simanindo, Samosir.
"Pelabuhan kapal feri ini nantinya adalah pelabuhan yang berkelas internasional di Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata," ujar Bupati Rapidin Simbolon dalam keterangan tertulisnya kepada Awak Media seperti yang dilansir oleh Tribun Medan.
Bupati Rapidin mengaku, telah mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan melalui Kementerian Perhubungan RI dalam pembangunan pelabuhan feri yang berkelas internasional tersebut.
Sarana dan prasarana pelabuhan feri di Kabupaten Samosir itu akan berintegrasi langsung dengan Bandara Silangit, Tapanuli Utara.
"Dengan adanya hubungan langsung dari Bandara Silangit ke Pelabuhan Feri ini, maka akan terselesaikan masalah durasi waktu tunggu (antrian yang lama) di Pelabuhan Tigaraja dan Pelabuhan Ajibata Parapat menuju Kabupaten Samosir," ungkap Rapidin.
"Sebetulnya ini ide yang luar biasa dari Bapak Presiden Joko Widodo saat kedatangan beliau waktu itu," kata Rapidin lagi.
Pembangunan Pelabuhan Feri di Simanindo ini tentu sangat membantu dua pelabuhan yang sudah ada sebelumnya, yaitu Pelabuhan Tigaraja dan Ajibata.
Selama ini hanya dua pelabuhan sebagai tempat bersandar kapal-kapal yang akan membawa warga dan wisatawan yang ingin berkeliling Danau Toba.
Apalagi saat libur Lebaran, biasanya area ini ramai dan macet karena dipenuhi mobil pribadi dan bus-bus umum.
Harga tiket kapal di Pelabuhan Ajibata itu juga lebih mahal karena memang banyak digunakan oleh wisatawan untuk menyeberang ke Tomok, pusat perbelanjaan wisatawan di Pulau Samosir.
Sedangkan di Pelabuhan Tigaraja, tidak terlalu ramai karena pelabuhan ini lebih sering digunakan penduduk sekitar yang ingin menyeberang ke Samosir.
Biaya penyeberangan menaiki kapal dari Ajibata sekitar Rp 15.000 per orang dan Rp 30.000 untuk mobil. Sementara itu, biaya dari Pelabuhan Tigaraja sekitar Rp 5.000 per orang dan Rp 10.000 untuk sepeda motor.
Jika wisatawan ingin merasakan kapal yang lebih nyaman, tanpa ada barang bawaan dan kendaraan wisatawan lainnya, menyeberanglah dengan kapal wisata di pinggir Parapat.
Tentu biayanya sedikit lebih mahal, sekitar Rp 20.000 per orang. Biasanya, alat transportasi itu adalah kapal feri carteran (wisata) yang berangkat jika kapal sudah penuh. Keuntungan menggunakan feri wisata, wisatawan akan dibawa dulu melihat Batu Gantung sebelum menuju Samosir.
Jika ingin cepat dan menyusuri danau dengan guncangan ombak yang kuat, kita juga dapat menggunakan speed boat. Namun, kita akan merogoh kocek lebih mahal.
Kapal ini akan membawa Anda sepuasnya menyusuri danau.
Sakmul, pegawai kapal, menuturkan, banyak kapal penyeberangan yang bisa digunakan wisatawan untuk menyeberang ke Samosir sambil menikmati pemandangan Danau Toba yang luas dan bukan kepalang indahnya.
"Ada kapal feri, boat, ada juga yang tertarik dengan kapal nelayan. Bisa juga menyewa kapal nelayan sambil berburu lobster," katanya.
Menurut dia, masa tempuh dari Parapat untuk menyeberang ke Samosir sekitar 1 jam lebih, tetapi kalau menggunakan speed boat hanya sekitar 20 menit.
"Kapal feri menyediakan ruang terbuka dua lantai. Di lantai atas bisa menikmati pemandangan Danau Toba lebih leluasa, tetapi harus sedikit merasakan terik matahari. Sementara itu, di bawah lebih tertutup, dan ruang gerak wisatawan terbatas," katanya.
Riana S, salah seorang penumpang, menuturkan bahwa melihat keindahan Danau Toba di atas kapal lebih menyenangkan. Penumpang merasakan sensasi di tengah danau yang luas sambil terayun-ayun sesekali karena ombak.
"Di sepanjang perjalanan menyusuri danau saat akan menyeberang, wisatawan akan banyak melihat ikan di dasar danau. Jika beruntung, kita juga dapat melihat lobster yang besarnya setelapak kaki orang dewasa," katanya.
Luhut Minta Danau Toba Jangan Dikotori
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan agar dalam waktu dekat tidak ada lagi limbah yang masuk ke Danau Toba. Seperti limbah perusahaan, limbah hotel, bahkan limbah rumah tangga.
"Saya minta ini para bupati agar fokus untuk penanganan limbah. Jangan main-main dengan limbah," ujarnya saat tiba di Bandara Silangit pada penerbangan rute pertama Pesawat Bombardier CRJ1000 dari Bandara Changi Singapore, Sabtu (28/10/2017).
Katanya, Danau Toba harus terus dibatasi menampung keramba yang mengakibatkan kwalitas air Danau Toba menjadi rusak.
Tak hanya itu, Luhut juga menyinggung soal peternakan babi di salah satu Kabupaten di Kawasan Danau Toba.
Dia meminta agar perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kotoran ternak yang dibuang ke Danau Toba.
"Kita sudah kirim tim ke sana dan beritahu, kalau dia punya tanggungjawab terhadap generasi yang akan datang, saya mohon kepada pak bupati camkan betul itu," tegasnya.
Setiap bupati di Kawasan Danau Toba dianjurkannya menerapkan aturan yang tegas.
Seluruh kawasan harus dapat dijamin kebersihannya dan tidak sekadar menghasilkan uang.
Perusahaan harus memiliki teknologi yang baik untuk menanggulangi limbah.
Beberapa kali Luhut meminta dengan tegas agar para bupati berkomitmen memperbaiki kwalitas Danau Toba, karena tingkat kebersihannya sudah akut.
Dia juga berpesan, pembangunan kawasan Danau Toba jangan meminggirkan penduduk asli Danau Toba.
"Saya ingatkan, jangan hanya orang luar yang menikmati. Rakyat setempat juga harus menikmati," ucapnya.
Pelaku Pariwisata Harus Diajarkan Bahasa Inggris
Meningkatkan kualitas pariwisata di kawasan Danau Toba Badan Otorita Danau Toba (BODT) melakukan penandatanganan kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) dengan Yayasan Caritas Keuskupan Agung Medan.
Badan yang telah terselenggara melalui Perpres No 49 tahun 2016 pada 1 Juni 2016 ini perlu mendapatkan evaluasi.
Untuk itu Yayasan Caritas Keuskupan Agung Medan mengadakan Diskusi bertajuk "Penajaman Program Gereja Keuskupan Agung Medan di Kawasan Danau Toba dalam Meningkatkan Kepariwisatsan" di Aula Caritas PSE, Jl. Sei Asahan, Medan, Jumat (27/10/2017).
Ketua Yayasan Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Medan, Pastor Markus mengatakan untuk memperbaiki kualitas pariwisata di Danau Toba hal pertama yang menjadi fokus adalah pendidikan dari para pelaku usaha setempat.
Ia menceritakan fakta yang terjadi di lapangan bahwa ketika Danau Toba menjadi incaran para wisatawan mancanegara maka para pelaku usaha harus mengerti untuk berbahasa asing.
Markus pernah mendapati kejadian lucu di daerah Pasir Putih, Parbaba. Dimana ketika terdapat seorang turis mancanegara yang turun dari bus untuk mencari makanan di daerah Pasir Putih.
Kepala desa di kawasan tersebut malah takut untuk menjamu karena tidak mengerti bahasa asing.
"Mungkin kalau di daerah Samosir, Tuk-tuk atau Prapat sudah banyak pelaku usaha yang mengerti bahasa inggris. Tapi kemarin saya mendapati ada bule di Pasir Putih. Tapi kepala desa pura-pura ke kamar mandi. Pelaku usaha berharap jualannya dibeli, cuma bilang sir atau mister, tidak tahu bahasa inggris," cetusnya.
"Jadi selama beberapa menit turis itu di sana tidak ada komunikasi. Tidak ada beli apa-ap, karena tidak ada yang bisa berbahasa inggris," ungkapnya.
Ia menjelaskan, para pelaku usaha di sekitaran Desa Tongging, Haranggaol, Pangururan, Bakkara dan daerah lainnya masih banyak yang tidak bisa berbahasa asing.
Menurutnya, bahwa seluruh pelaku usaha di kawasan danau toba perlu diberikan pelatihan berbahasa asing untuk dapat memenuhi ini.
"Ini salah satu yang penting. Karena bila tak mampu berkomunikasi dengan wisatawan. Bagaimana kita mau menjual atau memperkenalkan makanan, ulos atau barang kita yang lain?. Apakah dana desa, bisa melatih pelaku usaha belajar bahasa inggris. Ini perlu kita kaji bersama BODT dan Kementerian Pariwisata," ujarnya.
Lakukan Program 4 S
Dalam rangka kepedulian untuk mengembangan kawasan pariwisata Danau Toba, Keuskupan Agung Medan mengajak Badan Otorita Danau Toba dan Kementrian Pariwisata untuk duduk bersama.
Untuk itu digelar diskusi bertajuk "Penajaman Program Gereja Keuskupan Agung Medan di Kawasan Danau Toba dalam Meningkatkan Kepariwisatsan" di Aula Caritas PSE, Jl. Sei Asahan, Medan, Jumat (27/10/2017).
Perwakilan BODT dihadiri Deputi BODT Romi dan Asisten Deputi Kementrian Pariwisata Frans Teguh.
Ketua Yayasan Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Medan, Pastor Markus menjelaskan sulit majunya pariwisata di Danau Toba adalah pada kesan suku Batak yang mendiami daerah tersebut yang kurang ramah dalam menghadapi setiap wisatawan.
"Kita punya program yang cocok untuk antisipasi ini, mungkin bapak dari BODT dan Kementerian bisa sama-sama kita Laksanakan yaitu Program 4S, Senyum, Sopan, Sapa, Sayang. Orang batak itu terkesan sulit senyum, kurang sopan, kurang mau menyapa dan kurang mencintai para wisatawan. Untuk itu attitude masyarakat perlu diubah," katanya.
Markus bahkan memperjelas mental para pelaku usaha yang sering menipu harga bagi penjual atau kesan marah-marah tukang parkir atau supir angkutan umum.
"Kita sering tahu banyak penjual yang penting untung, bahkan sering menipu baik itu harga yang begitu tinggi atau nanti jual mangga tiba-tiba sampai di bawa ke rumah sudah banyak yang busuk. Penanaman attitude ini, untuk setiap pelaku usaha pariswisata baik tukang parkir, jangan dibalbalin mobil baik itu guide juga," jelasnya.
Selain kurang sopan, masalah yang ada pada masyarakat setempat adalah kurang bersih. Pastor menjelaskan ia sering menemukan di mana masih banyak babi-babi yang berkeliaran di beberapa daerah.
"Kami sarankan adanya pembuatan peraturan desa (Perdes), kita lihat banyak babi masih berjalan disana-sini," cetusnya
"Ada juga pernah komplain keluarga tentara di Pasir Putih. Pernah ada yang mau mandi tapi ada kumpulan sapi milik warga yang mandi di pasir putih tersebut badan sapinya masih penuh lumpur dan kotoran. Ini perlu diatur agar ada peraturan yang mengikat untuk hal ini tidsk menggangu lagi," ujar Markus.
Laporan: TIm DTC
Sumber: Tribunnews.com
Pemancangan tiang untuk pembangunan Pelabuhan Feri di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Pemancangan ini ditandai dengan pemukulan gong oleh Bupati Rapidin Simbolon. (Foto: Tribun Medan) |
Di antaranya memulai pembangunan pelabuhan Feri di Danau Toba, Samosir, Rabu (1/11/2017).
Pembangunan di awali dengan pemancangan tiang pancang pertama di Kecamatan Simanindo, Samosir.
"Pelabuhan kapal feri ini nantinya adalah pelabuhan yang berkelas internasional di Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata," ujar Bupati Rapidin Simbolon dalam keterangan tertulisnya kepada Awak Media seperti yang dilansir oleh Tribun Medan.
Pembangunan Pelabuhan Feri di Samosir (Tribun Medan/HO) |
Bupati Rapidin mengaku, telah mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan melalui Kementerian Perhubungan RI dalam pembangunan pelabuhan feri yang berkelas internasional tersebut.
Sarana dan prasarana pelabuhan feri di Kabupaten Samosir itu akan berintegrasi langsung dengan Bandara Silangit, Tapanuli Utara.
"Dengan adanya hubungan langsung dari Bandara Silangit ke Pelabuhan Feri ini, maka akan terselesaikan masalah durasi waktu tunggu (antrian yang lama) di Pelabuhan Tigaraja dan Pelabuhan Ajibata Parapat menuju Kabupaten Samosir," ungkap Rapidin.
"Sebetulnya ini ide yang luar biasa dari Bapak Presiden Joko Widodo saat kedatangan beliau waktu itu," kata Rapidin lagi.
Pembangunan Pelabuhan Feri di Simanindo ini tentu sangat membantu dua pelabuhan yang sudah ada sebelumnya, yaitu Pelabuhan Tigaraja dan Ajibata.
Selama ini hanya dua pelabuhan sebagai tempat bersandar kapal-kapal yang akan membawa warga dan wisatawan yang ingin berkeliling Danau Toba.
Pemancangan tiang untuk Pelabuhan Feri diiringi dengan Doa dan ritual adat istiadat. (Tribun Medan/HO) |
Apalagi saat libur Lebaran, biasanya area ini ramai dan macet karena dipenuhi mobil pribadi dan bus-bus umum.
Harga tiket kapal di Pelabuhan Ajibata itu juga lebih mahal karena memang banyak digunakan oleh wisatawan untuk menyeberang ke Tomok, pusat perbelanjaan wisatawan di Pulau Samosir.
Sedangkan di Pelabuhan Tigaraja, tidak terlalu ramai karena pelabuhan ini lebih sering digunakan penduduk sekitar yang ingin menyeberang ke Samosir.
Biaya penyeberangan menaiki kapal dari Ajibata sekitar Rp 15.000 per orang dan Rp 30.000 untuk mobil. Sementara itu, biaya dari Pelabuhan Tigaraja sekitar Rp 5.000 per orang dan Rp 10.000 untuk sepeda motor.
Jika wisatawan ingin merasakan kapal yang lebih nyaman, tanpa ada barang bawaan dan kendaraan wisatawan lainnya, menyeberanglah dengan kapal wisata di pinggir Parapat.
Tentu biayanya sedikit lebih mahal, sekitar Rp 20.000 per orang. Biasanya, alat transportasi itu adalah kapal feri carteran (wisata) yang berangkat jika kapal sudah penuh. Keuntungan menggunakan feri wisata, wisatawan akan dibawa dulu melihat Batu Gantung sebelum menuju Samosir.
Jika ingin cepat dan menyusuri danau dengan guncangan ombak yang kuat, kita juga dapat menggunakan speed boat. Namun, kita akan merogoh kocek lebih mahal.
Kapal ini akan membawa Anda sepuasnya menyusuri danau.
Sakmul, pegawai kapal, menuturkan, banyak kapal penyeberangan yang bisa digunakan wisatawan untuk menyeberang ke Samosir sambil menikmati pemandangan Danau Toba yang luas dan bukan kepalang indahnya.
"Ada kapal feri, boat, ada juga yang tertarik dengan kapal nelayan. Bisa juga menyewa kapal nelayan sambil berburu lobster," katanya.
Menurut dia, masa tempuh dari Parapat untuk menyeberang ke Samosir sekitar 1 jam lebih, tetapi kalau menggunakan speed boat hanya sekitar 20 menit.
"Kapal feri menyediakan ruang terbuka dua lantai. Di lantai atas bisa menikmati pemandangan Danau Toba lebih leluasa, tetapi harus sedikit merasakan terik matahari. Sementara itu, di bawah lebih tertutup, dan ruang gerak wisatawan terbatas," katanya.
Riana S, salah seorang penumpang, menuturkan bahwa melihat keindahan Danau Toba di atas kapal lebih menyenangkan. Penumpang merasakan sensasi di tengah danau yang luas sambil terayun-ayun sesekali karena ombak.
"Di sepanjang perjalanan menyusuri danau saat akan menyeberang, wisatawan akan banyak melihat ikan di dasar danau. Jika beruntung, kita juga dapat melihat lobster yang besarnya setelapak kaki orang dewasa," katanya.
Luhut Minta Danau Toba Jangan Dikotori
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan agar dalam waktu dekat tidak ada lagi limbah yang masuk ke Danau Toba. Seperti limbah perusahaan, limbah hotel, bahkan limbah rumah tangga.
"Saya minta ini para bupati agar fokus untuk penanganan limbah. Jangan main-main dengan limbah," ujarnya saat tiba di Bandara Silangit pada penerbangan rute pertama Pesawat Bombardier CRJ1000 dari Bandara Changi Singapore, Sabtu (28/10/2017).
Katanya, Danau Toba harus terus dibatasi menampung keramba yang mengakibatkan kwalitas air Danau Toba menjadi rusak.
Tak hanya itu, Luhut juga menyinggung soal peternakan babi di salah satu Kabupaten di Kawasan Danau Toba.
Dia meminta agar perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kotoran ternak yang dibuang ke Danau Toba.
"Kita sudah kirim tim ke sana dan beritahu, kalau dia punya tanggungjawab terhadap generasi yang akan datang, saya mohon kepada pak bupati camkan betul itu," tegasnya.
Setiap bupati di Kawasan Danau Toba dianjurkannya menerapkan aturan yang tegas.
Seluruh kawasan harus dapat dijamin kebersihannya dan tidak sekadar menghasilkan uang.
Perusahaan harus memiliki teknologi yang baik untuk menanggulangi limbah.
Beberapa kali Luhut meminta dengan tegas agar para bupati berkomitmen memperbaiki kwalitas Danau Toba, karena tingkat kebersihannya sudah akut.
Dia juga berpesan, pembangunan kawasan Danau Toba jangan meminggirkan penduduk asli Danau Toba.
"Saya ingatkan, jangan hanya orang luar yang menikmati. Rakyat setempat juga harus menikmati," ucapnya.
Pelaku Pariwisata Harus Diajarkan Bahasa Inggris
Pantai Pasir Putih Parbaba Samosir (IST) |
Meningkatkan kualitas pariwisata di kawasan Danau Toba Badan Otorita Danau Toba (BODT) melakukan penandatanganan kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) dengan Yayasan Caritas Keuskupan Agung Medan.
Badan yang telah terselenggara melalui Perpres No 49 tahun 2016 pada 1 Juni 2016 ini perlu mendapatkan evaluasi.
Untuk itu Yayasan Caritas Keuskupan Agung Medan mengadakan Diskusi bertajuk "Penajaman Program Gereja Keuskupan Agung Medan di Kawasan Danau Toba dalam Meningkatkan Kepariwisatsan" di Aula Caritas PSE, Jl. Sei Asahan, Medan, Jumat (27/10/2017).
Ketua Yayasan Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Medan, Pastor Markus mengatakan untuk memperbaiki kualitas pariwisata di Danau Toba hal pertama yang menjadi fokus adalah pendidikan dari para pelaku usaha setempat.
Ia menceritakan fakta yang terjadi di lapangan bahwa ketika Danau Toba menjadi incaran para wisatawan mancanegara maka para pelaku usaha harus mengerti untuk berbahasa asing.
Markus pernah mendapati kejadian lucu di daerah Pasir Putih, Parbaba. Dimana ketika terdapat seorang turis mancanegara yang turun dari bus untuk mencari makanan di daerah Pasir Putih.
Kepala desa di kawasan tersebut malah takut untuk menjamu karena tidak mengerti bahasa asing.
"Mungkin kalau di daerah Samosir, Tuk-tuk atau Prapat sudah banyak pelaku usaha yang mengerti bahasa inggris. Tapi kemarin saya mendapati ada bule di Pasir Putih. Tapi kepala desa pura-pura ke kamar mandi. Pelaku usaha berharap jualannya dibeli, cuma bilang sir atau mister, tidak tahu bahasa inggris," cetusnya.
"Jadi selama beberapa menit turis itu di sana tidak ada komunikasi. Tidak ada beli apa-ap, karena tidak ada yang bisa berbahasa inggris," ungkapnya.
Ia menjelaskan, para pelaku usaha di sekitaran Desa Tongging, Haranggaol, Pangururan, Bakkara dan daerah lainnya masih banyak yang tidak bisa berbahasa asing.
Menurutnya, bahwa seluruh pelaku usaha di kawasan danau toba perlu diberikan pelatihan berbahasa asing untuk dapat memenuhi ini.
"Ini salah satu yang penting. Karena bila tak mampu berkomunikasi dengan wisatawan. Bagaimana kita mau menjual atau memperkenalkan makanan, ulos atau barang kita yang lain?. Apakah dana desa, bisa melatih pelaku usaha belajar bahasa inggris. Ini perlu kita kaji bersama BODT dan Kementerian Pariwisata," ujarnya.
Lakukan Program 4 S
DAMRI SILANGIT-DANAU TOBA (Facebook/Wonderful Danau Toba) |
Dalam rangka kepedulian untuk mengembangan kawasan pariwisata Danau Toba, Keuskupan Agung Medan mengajak Badan Otorita Danau Toba dan Kementrian Pariwisata untuk duduk bersama.
Untuk itu digelar diskusi bertajuk "Penajaman Program Gereja Keuskupan Agung Medan di Kawasan Danau Toba dalam Meningkatkan Kepariwisatsan" di Aula Caritas PSE, Jl. Sei Asahan, Medan, Jumat (27/10/2017).
Perwakilan BODT dihadiri Deputi BODT Romi dan Asisten Deputi Kementrian Pariwisata Frans Teguh.
Ketua Yayasan Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Medan, Pastor Markus menjelaskan sulit majunya pariwisata di Danau Toba adalah pada kesan suku Batak yang mendiami daerah tersebut yang kurang ramah dalam menghadapi setiap wisatawan.
"Kita punya program yang cocok untuk antisipasi ini, mungkin bapak dari BODT dan Kementerian bisa sama-sama kita Laksanakan yaitu Program 4S, Senyum, Sopan, Sapa, Sayang. Orang batak itu terkesan sulit senyum, kurang sopan, kurang mau menyapa dan kurang mencintai para wisatawan. Untuk itu attitude masyarakat perlu diubah," katanya.
Markus bahkan memperjelas mental para pelaku usaha yang sering menipu harga bagi penjual atau kesan marah-marah tukang parkir atau supir angkutan umum.
"Kita sering tahu banyak penjual yang penting untung, bahkan sering menipu baik itu harga yang begitu tinggi atau nanti jual mangga tiba-tiba sampai di bawa ke rumah sudah banyak yang busuk. Penanaman attitude ini, untuk setiap pelaku usaha pariswisata baik tukang parkir, jangan dibalbalin mobil baik itu guide juga," jelasnya.
Selain kurang sopan, masalah yang ada pada masyarakat setempat adalah kurang bersih. Pastor menjelaskan ia sering menemukan di mana masih banyak babi-babi yang berkeliaran di beberapa daerah.
"Kami sarankan adanya pembuatan peraturan desa (Perdes), kita lihat banyak babi masih berjalan disana-sini," cetusnya
"Ada juga pernah komplain keluarga tentara di Pasir Putih. Pernah ada yang mau mandi tapi ada kumpulan sapi milik warga yang mandi di pasir putih tersebut badan sapinya masih penuh lumpur dan kotoran. Ini perlu diatur agar ada peraturan yang mengikat untuk hal ini tidsk menggangu lagi," ujar Markus.
Laporan: TIm DTC
Sumber: Tribunnews.com
Tidak ada komentar